Cara Menyusui Bayi Yang Benar



Cara Menyendawakan Bayi
1. Bayi digendong, menghadap ke belakang dengan dada bayi diletakkan pada bahu Ibu.
2. Kepala bayi disangga/ditopang dengan tangan Ibu.
3. Usap punggung bayi perlahan-lahan sampai bayi sendawa.
Cara Menetekkan Bayi dengan Benar
1. Tetekkan bayi segera atau selambatnya setengah janin setelah bayi lahir. Mintalah kepada bidan
untuk membantu melakukan hal ini.
2. Biasakan mencuci tangan dengan sabun setiap kali sebelum menetekkan.
3. Perah sedikit kolostrum atau ASI dan oleskan pada daerah putting dan sekitarnya.
4. Ibu duduk atau tiduran / berbaring dengan santai.
5. Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi:
&nbsp- Perut bayi menempel keperut ibu.
&nbsp- Dagu bayi menempel ke payudara.
&nbsp- Telinga dan lengan bayi berada dalam satu garis lurus.
&nbsp- Mulut bayi terbuka lebar menutupi daerah gelap sekitar putting susu.
6. Cara agar mulut bayi terbuka adalah dengan menyentuhkan puting susu pada bibir atau pipi bayi.
7. Setelah mulut bayi terbuka lebar, segera masukkan puting dan sebagian besar lingkaran/daerah
gelap sekitar puting susu ke dalam mulut bayi.
8. Berikan ASI dari satu payudara sampai kosong sebelum pindah ke payudara lainnya.

Pemberian ASI berikutnya mulai dari payudara yang belum kosong tadi.


Cara Melepaskan Puting Susu dari Mulut Bayi
Dengan menekan dagu bayi ke arah bawah atau dengan memasukkan jari ibu antara mulut bayi dan payudara ibu.
Cara Memeras ASI dengan Tangan
Bidan menganjurkan pada Ibu untuk mencuci tangan terlebih dahulu. Setelah itu :
1. Duduklah Ibu seenak/senyaman mungkin.
2. Pegang/letakkan cangkir dekat dengan payudara Ibu.
3. Letakkan ibu jari pada payudara diatas puting susu dan areola (bagian lingkaran hitam berwarna
gelap pada payudara) dan jari telunjuk dibawah payudara, juga dibawah puting susu dan areola.
4. Tekan ibu jari dan telunjuk kedalam, kearah dada. Ibu tidak perlu menekan terlalu keras, karena
dapat menghambat aliran air susu.
5. Kemudian tekanlah payudara Ibu kebelakang puting dan areola antara jari telunjuk dan ibu jari.
6. Selanjutnya tekan dan lepaskan, tekan dan lepaskan.
&nbspKegiatan ini tidak boleh menyakiti atau Ibu sampai merasa nyeri.
&nbspPada awalnya, mungkin tidak ada susu yang keluar, tetapi setelah dilakukan penekanan beberapa kali, ASI akan &nbspmulai menetes keluar.
7. Tekan areola dengan cara yang sama dari arah samping, untuk meyakinkan bahwa ASI di tekan dari
seluruh bagian payudara.
8. Hindari menggosok-gosok payudara atau memelintir puting susu.
9. Peras satu payudara sekurang-kurangnya 3-5 menit hingga aliran menjadi pelan; kemudian
lakukan pada payudara yang satu lagi dengan cara yang sama. Kemudian ulangi keduanya. Ibu dapat
menggunakan satu tangan untuk satu payudara dan gantilah bila merasa lelah. Memeras ASI
membutuhkan waktu 20-30 menit. Terutama pada hari-hari pertama, ketika masih sedikit ASI
yang diproduksi.
10. Simpan.

TINGGINYA ANGKA KEMATIAN IBU

Angka Kematian Ibu (AKI) menurut survei demografi kesehatan Indonesia (SDKI) mutakhir masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia.

Lebih dari separuh (104,6 juta orang) dari total penduduk Indonesia (208,2 juta orang) adalah perempuan. Namun kualitas hidup perempuan jauh tertinggal dibandingkan laki-laki. Masih sedikit sekali perempuan yang mendapat akses dan peluang untuk berpartisipasi optimal dalam proses pembangunan. Tidak heran bila jumlah perempuan yang menikmati hasil pembangunan lebih terbatas dibandingkan laki-laki.

Kematian ibu adalah kematian perempuan selama masa kahamilan atau dalam 42 hari setelah persalinan dari setiap penyebab yang berhubungan dengan atau diperburuk oleh kehamilan atau penanganannya tetapi bukan karena kecelakaan.

Angka Kematian Ibu (AKI) menurut survei demografi kesehatan Indonesia (SDKI) mutakhir masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatel care) yang memadai. Walaupun proporsi perempuan usia 15-45 tahun yang melakukan ANC minimal 1 kali telah mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut survei hanya 43,2% yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan oleh tenaga kesehatan masih sangat rendah, dimana sebesar 54 persen persalinan masih ditolong oleh dukun bayi.

Usia kehamilan pertama ikut berkontribusi kepada kematian ibu di Indonesia. Data menunjukkan umur median kehamilan pertama di Indonesia adalah 18 tahun. Sebanyak 46 persen perempuan mengalami kehamilan pertama dibawah 20 tahun, di desa lebih tinggi (51 persen) dari pada di kota (37 persen).

Demikianlah, di tengah gegap gempitanya masyarakat menyuarakan tuntutan agar apa yang dicita-citakan oleh reformasi dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, nasib separuh penduduk Indonesia yang berkelamin perempuan seperti tidak berubah bila tidak bisa dikatakan memburuk. Angka kematian ibu melahirkan masih tetap tinggi, bahkan jumlahnya meningkat.

Peningkatan besaran AKI itu menunjukkan bahwa nasib perempuan tidak pernah sungguh-sungguh menjadi perhatian, walaupun kita punya kementerian negara yang mengurusi perempuan, meskipun Indonesia telah meratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Cerminan Keterpurukan
Masih tingginya AKI di Indonesia hingga saat ini, merupakan cerminan keterpurukan hak-hak kesehatan reproduksi perempuan kita. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, Kartini kembali menghadap Sang Khalik dalam usia relatif muda yaitu 25 tahun setelah melahirkan putra pertama karena komplikasi pascapersalinan.

Kematian Kartini mungkin dapat kita maklumi karena hal itu terjadi lebih dari satu abad yang lalu dan teknologi kedokteran pun pada masa itu belum mampu mengatasi komplikasi yang mungkin saja terjadi. Namun, bagaimana jika hal itu berlaku pada saat sekarang ini? Di zaman yang konon katanya era teknologi informasi, dimana teknologi kedokteran telah berkembang sedemikian pesat. Sungguh sangat disayangkan memang, tapi itulah relita yang ada.

Besarnya masalah kematian ibu memang menjadi perhatian dunia internasional, sehingga ada ahli yang menyatakan bahwa setiap 4-5 jam jatuh sebuah jumbo jet yang seluruh penumpangnya adalah ibu hamil (Potts, 1986), satu jumlah yang sangat fantastis untuk menunjuukan tingginya angka kematian ibu diseluruh dunia. Di negara miskin, sekitar 25-50 persen kematian perempuan usia subur disebabkan oleh masalah terkait kehamilan, persalinan dan nifas.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, diseluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin. Artinya, setia menit ada satu perempuan yang meninggal. Sebuah kematian yang seharusnya tidak perlu terjadi dan sesungguhnya dapat dihindari. Bercermin dari realita di atas, sudah seyogyanya kita semua memperhatikan pentingnya kesehatan perempuan itu sendiri. Masih tingginya angka kematian ibu di Indonesia memperlihatkan rendahnya pelayanan kesehatan yang diterima oleh perempuan serta rendahnya akses informasi yang dimiliki.

Karenanya, seorang perempuan haruslah memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi serta mampu memberdayakan dirinya, di samping pemerintah juga harus meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan hingga ke seluruh penjuru tanah air. Selain itu juga, adanya sebuah peraturan yang mengatur tentang hak kesehatan perempuan sangat dibutuhkan karena sampai saat ini belum kita temui aturan secara eksplisit yang mengakui akan hak-hak reprodoksi perempuan.

Tak seharusnya di zaman serba modern ini, seorang perempuan masih memiliki resiko kesakitan dan kematian untuk melahirkan calon anak-anak yang sehat dan kelak akan menjadi modal bangsa. Pemberdayaan perempuan harus terus digerakkan agar tak ada lagi kamatian ibu yang sia-sia di negeri ini.
(Sri Multi Fatmawati, S.Sos, PLKB Kecamatan Ngaliyan, Semarang)

Ni Wayan Suri, S.K.M. ’Bidan Delima Terbaik Bali 2005’Mau Nikah asal jangan Dilarang Sekolah


BIDAN Delima merupakan simbol penghargaan tertinggi dalam dunia kebidanan di Indonesia। Yang berhak menerimanya, Bidan Praktik Swasta yang sudah profesional dan mampu memberikan pelayanan berkualitas bagi masyarakat sesuai standar WHO. Di Provinsi Bali predikat ’Bidan Delima Terbaik’ tahun 2005 diraih Ni Wayan Suri, S.K.M., yang juga merupakan Bidan Delima Terbaik Kota Denpasar pada tahun yang sama.
Prestasi ibu yang masih kuliah ini berawal dari anjuran orangtuanya. Anjuran orangtuanya sederhana sekali: ’’Selalu tolonglah sesama’’. Anjuran yang mempunyai makna yang dalam itu membuat Suri, anak pertama dari lima bersaudara pasangan I Made Sanur (alm.) dan Ni Nyoman Bunter, tertarik menjadi pelayan kesehatan msyarakat. Latar belakang orangtuanya yang petani tidak menyurutkan niatnya, malahan membuatnya makin gigih belajar dan terus belajar hingga mendapat beasiswa. Sampai kini pun Ni Wayan Suri masih kuliah D IV di Universitas Tribuwana Tunggal Dewi, Malang.
Ni Wayan Suri tamat SGA (Sekolah Guru Atas) tahun 1963 di Klungkung. Perempuan kelahiran 59 tahun silam ini, tidak dapat langsung melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi karena ada kesulitan beaya. “Pada waktu itu hanya sedikit orang yang berminat untuk masuk sekolah kebidanan. Angkatan saya hanya delapan orang. Padahal semua biaya ditanggung pemerintah dan saya mendapat beasiswa dari UI,” kisahnya membuka kenangan lama. “Baru setahun kemudian saya dapat melanjutkan sekolah, dan tamat tahun 1967 di Sekolah Bidan di Sanglah, Denpasar. Setelah tamat saya diangkat menjadi pegawai negeri. Sejak itu saya terus bergerak di bidang pendidikan dan terus sekolah sampai sekarang,” katanya seraya tertawa.
Kemampuan lebihnya membuat ia mendapat rekomendasi untuk bersekolah di Akademi Perawat di Bandung. “Waktu itu tahun 1968, satu-satunya sekolah Akademi Perawat ada di Bandung. Tetapi sayang saya tidak bisa masuk ke sana, karena persyaratannya harus ada pengalaman kerja minimal dua tahun. Akhirnya saya pindah ke Lampung dan bekerja di sana selama setahun. Dari Lampung saya disekolahkan ke Bandung, setelah tamat balik lagi ke Lampung. Akhirnya saya kembali ke Bali tahun 1973,” kenang Ni Wayan Suri, ibu dari Wayan Arja Susila, S.E. (35), Made Heni Ariani, S.E. (32), Nyoman Feni Indrawan, S.E. (23), dan Ketut Novia Ariani (21) yang masih kuliah D III Kebidanan Panti Wilasa Semarang ini.
Ni Wayan Suri mengakhiri status lajang akhir tahun 1970. Namun, hal itu tidak bisa menghalangi niatnya untuk tetap bersekolah. “Saya mau dinikahkan, asalkan jangan dilarang bersekolah,” tekadnya saat itu. Syarat itu disampaikan ketika calon mertuanya menyarankan mereka untuk menikah. Tak ayal tahun 1979, demi tetap menjaga keharmonisan keluarga, Wayan Suri memboyong seluruh keluarganya pindah ke Jakarta. Selama dua tahun ia kuliah di Universitas Indonesia hingga meraih gelar ‘Sarjana Kesehatan Masyarakat’ (SKM).
Perempuan yang mendapat penghargaan sebagai Bidan Bintang Senior Terbaik Tingkat I Bali Tahun 2002 ini, telah mengantongi surat izin bidan sejak tahun 1979, dan tahun 1989, Surat Izin Praktik pun diperolehnya. Selama membuka praktik di rumahnya di kawasan Sesetan, Denpasar, ia masih tetap kuliah dan menamatkan studinya di Sekolah Kebidanan di Denpasar tahun 2003.
Selama menggeluti profesi kebidanan, nenek empat cucu yang masih getol sekolah ini mengakui banyak mendapat pengalaman menarik. “Yang paling mengesankan ketika saya menangani seorang pasien yang benar-benar menginginkan anak laki-laki. Ibu ini anaknya sudah besar-besar tetapi perempuan semua. Dari beberapa bulan sebelumnya dia sudah berkonsultasi, sampai pada hari kelahirannya tumben saya merasa degdegan seperti ini. Begitu kepala muncul dan akhirnya keluar semua, laki-laki, wah saya sangat terharu sampai menitikkan air mata,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca. “Tapi semua itu kembali ke Yang di Atas, saya hanya kepanjangan tangan-Nya,” lanjutnya sambil menyeka air di matanya yang hendak menitik.
Menurut istri Wayan Suwitra ini, terjun ke dunia kebidanan merupakan panggilan hati nurani untuk dapat menolong sesama perempuan. “Motivasi untuk melayani harus ada dari dalam diri, di samping itu juga diuji kesabaran kita, keterampilan, dan kompetensi,” katanya.
Kini Wayan Suri yang dipercaya sebagai direktur Akademi Kebidanan Kartini Bali, demi untuk mengikuti persyaratan dari Depkes, melanjutkan kuliah D IV di Malang. “Saya melanjutkan hanya dua semester lagi. Hari Jumat sampai Minggu saya di Malang, Senin sampai Kamis di Denpasar,” tegasnya

Perawatan Tali Pusat

Banyak pendapat tentang cara terbaik untuk merawat tali pusat. Telah dilaksanakan beberapa uji coba klinis untuk membandingkan cara penanganan tali pusat yang berbeda-beda dan semuanya menunjukan hasil serupa. Oleh karena itu tidak jelas cara mana yang paling efektif untuk mencegah infeksi dan mendorong cepat lepasnya tali pusat.

Suatu studi yang dilakukan oleh Brain (1993) menunjukkan bahwa dengan apus alkohol dan diikuti taburan bedak antiseptik dapat mempercepat waktu lepasnya tali pusat. Akan tetapi pada suatu uji coba klinis besar, ditemukan bahwa meskipun bedak antiseptik dapat mempercepat pelepasan tali pusat lebih dini, namun luka bekas lepasnya tali pusat tersebut lebih lama sembuh (Mungford, Somchiwong & Waterhouse, 1986). Tetapi beberapa studi menyimpulakan tidak ada peningkatan kejadian infeksi pada luka tali pusat bila dibiarkan terbuka dan tidak dilakukan apapun selain membersihkan luka tersebut dengan air bersih (Dignan, 1994, Rush, Chalmers dan Enkin, 1989).

Hendaknya tidak membubuhkan apapun pada sekitar daerah tali pusat karena dapat mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan meningkatnya kelembaban (akibat penyerapan oleh bahan tersebut) tubuh bayi sehingga menciptakan kondisi yang ideal bagi tumbuhnya bakteri. Penting untuk diketahui kepada ibu dan mereka yang membantu merawat bayi agar tidak membubuhkan apapun dan hendaknya tali pusat dibiarkan terbuka agar tetap kering.

Hemoglobin (Hb) pada Masa Kehamilan

Pemeriksaan hemoglobin (Hb) secara rutin selama kehamilan merupakan kegiatan yang umunya dilakukan untuk mendeteksi Anemia. Perubahan fisiologis yang terjadi dalam masa kehamilan mengakibatkan penurunan Hb secara progresif sampai sekitar minggu ke-30 yang secara fisiologis masih normal. Perubahan normal ini dikenal dengan hemodilusi atau pengenceran darah (Mahomed & Hytten 1989) dan biasanya mencapai titik terendah pada kehamilan minggu ke-30. Oleh karena itu pemeriksaan Hb dianjurkan untuk dilakukan pada awal kehamilan dan diulang kembali pada minggu ke-30 untuk mendapat gambaran akurat status Hb (Villar & Bergsso 1997, Mahomed & Hytten 1989).

Hemodilusi fisiologis dianggap sebagai suatu tanda kehamilan normal, dalam kaitannya dengan hasil kehamilan yang baik bagi janin (yaitu berat lahir sesuai dengan umur kehamilan). Apabila tidak terjadi proses hemodilusi, yang ditandai oleh kadar Hb yang tinggi, dapat diindikasikan adanya gangguan pada perubahan fisiologis akibat terganggunya sirkulasi darah plasenta yang dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin (Villar & Bergsso 1997, Hemminski dan Merilainen 1995, Kelompok Kerja Tekanan darah tinggi dalam Kehamilan US Department of Health and Human Sciences 1990, Koller Sandvei dan Sagen 1980).

Kadar Hb 11gr% dianggap sebagai batas normal terendah dalam masa kehamilan. Namun demikian, batasan-batasan lain sering digunakan dalam mendefinisikan anemia dalam kehamilan. Banyak batasan-batasan tersebut tidak mempunyai bukti yang jelas secara ilmiah yang berkaitan dengan umur kehamilan.

Telah dikemukakan bahwa pemberian suplemen besi rutin pada ibu hamil dengan gizi baik hanya memberi efek yang terbatas pada peningkatan Hb (Mahomed & Hytten 1989). Hasil penelitian mutakhir menganjurkan pemberian besi secara rutin hanya dilakukan pada ibu hamil yang telah terbukti menderita anemia (Mahomed 1993). Namun, di negara-negara yang mengalami kekurangan gizi, suplemen besi masih dianjurkan, karena seringkali sulit untuk memperkirakan secara tepat kadar Hb ibu hamil.

Beberapa jenis makanan tertentu dapat mempengaruhi daya serap tubuh terhadap zat besi. Khususnya tembakau, teh, dan kopi diketahui dapat mengurangi penyerapan besi. Oleh karena itu ibu hamil yang mendapat suplemen besi dianjurkan untuk menghindari tembakau, teh, dan kopi terutama sekitar waktu makan. Makanan lain seperti protein dan Vitamin C dapat membantu penyerapan. Oleh karena itu ibu hamil harus disarankan untuk mengkonsumsi pangan yang kaya akan protein dan Vitamin C.

Kapas Sumber Protein Baru, Mau Coba?

Nurul Ulfah - detikHealth


img
(Foto : Time)
Jakarta, Selain sebagai bahan baku pakaian, kini kapas bisa dijadikan bahan makanan. Peneliti menemukan kandungan protein yang tinggi di dalam kapas dan bisa dijadikan sumber protein baru. Mau coba makan kapas?

Tanaman yang sudah dibudidayakan 7.000 tahun yang lalu, saat ini telah menghidupi sekitar 20 juta petani di 80 negara. Hampir 40 persen kapas digunakan sebagai bahan baku membuat pakaian.

Namun ada satu hal yang luput dari kapas, yaitu kapas juga bisa dijadikan makanan bergizi.

Benih kapas adalah sumber protein yang sangat tinggi. Namun benih kapas hanya bisa dikonsumsi setelah melalui proses pemurnian dari gossypol, bahan kimia beracun yang fungsinya melindungi tanaman dari serangga dan mikroorganisme.

"Manusia, babi, ayam dan kebanyakan makhluk lainnya tidak bisa mencerna gossypol. Hanya sapi dan hewan yang mempunyai lambung ruminan saja yang bisa" ujar Kater Hake, dari Agricultural Research for the Industry Group Cotton Inc. seperti dikutip dari Time, Rabu (9/9/2009).

Teknik terbaru yang dikembangkan para peneliti untuk menghilangkan gossypol dan mendapatkan protein yang bisa dimakan disebut RNA interference.

Peneliti menerapkan teknik tersebut pada tanaman kapas yang mengalami modifikasi genetik atau produk GMO (Genetically Modified Organism), dan ternyata berhasil menghilangkan gossypol dalam kapas. Ini artinya kapas sudah bisa dimakan dan tersedia untuk masyarakat dalam waktu dekat ini.

"Rasanya enak kok, seperti kacang panjang," ujar Hake.

Dengan mengonsumsi benih kapas, Anda tidak hanya akan mendapatkan protein yang tinggi tapi harganya pun murah. Selama ini asupan protein dikuasai oleh tanaman kacang-kacangan terutama kedelai, namun harganya masih lebih mahal jika dibandingkan dengan kapas.

Jadi, pilih kedelai atau kapas?
 
Home | Gallery | Tutorials | Freebies | About Us | Contact Us

Copyright © 2009 REFERENSI KEBIDANAN |Designed by Templatemo |Converted to blogger by BloggerThemes.Net

Usage Rights

DesignBlog BloggerTheme comes under a Creative Commons License.This template is free of charge to create a personal blog.You can make changes to the templates to suit your needs.But You must keep the footer links Intact.